JUARA 2 PAPERMABK2 2022 - Elsi Maireski (Bismillah - Institut Pertanian Bogor)


Beberapa waktu yang lalu PAMADIKSI melalui Departemen Infokom melaksanakan kegiatan PAPERMABK2 (Pengenalan Paguyuban dan Pekan Prestasi Mahasiswa Bidikmisi KIP-K) yang salah satu rangkaianya yaitu Lomba Esai Nasional yang dimana terdiri dari babak penyisihan dan babak final dan akhirnya setelah melakukan presentasi secara online dihadapan juri, maka akhirnya diputuskanlah para pemenangnya. Untuk ini Juara 2 diraih oleh Elsi Maireski (Bismillah - Institut Pertanian Bogor)   untuk hasil karyanya bisa dibaca dibawah ini.


PENDAHULUAN  


1.1. Latar Belakang  

Jagung merupakan pangan pokok di Indonesia setelah beras. Jagung  adalah komoditas palawija utama di Indonesia ditinjau dari aspek pengusahaan  dan penggunaan hasilnya, yaitu sebagai bahan baku pangan dan pakan. Selain  itu, jagung juga merupakan sumber bahan baku bagi sektor industri termasuk  industri pangan. Potensi yang dimiliki jagung tidak hanya digunakan sebagai  alternatif bahan pangan pokok saja, kebutuhan jagung terus meningkat seiring  dengan meningkatnya permintaan bahan baku pakan. Komposisi untuk bahan  baku pakan ternak unggas membutuhkan jumlah jagung sekitar 50% dari total  bahan yang diperlukan (Wanto 2019). Oleh karena itu, pemerintah melakukan  upaya peningkatan produksi melalui perluasan lahan penanaman dan  peningkatan produktivitas.  

Peningkatan produktivitas jagung memang bagus jika dinilai secara  umum, namun untuk para petani jagung pipil hal ini akan menjadi masalah bila  pemipilan jagung dilakukan secara tradisional. Tentunya selain memerlukan  banyak tenaga juga memerlukan proses waktu lebih lama. Seperti halnya yang  terjadi di daerah tempat tinggal penulis, yaitu di Dharmasraya, Provinsi  Sumatera Barat yang mayoritas bekerja sebagai petani dan juga peternak.  Ketika telah memasuki musim panen, sebelum jagung dijual biasanya dijemur  dan dilakukan pemipilan terlebih dahulu. Pemipilan ini merupakan proses  pemisahan biji jagung dari tongkolnya yang prosesnya tidaklah mudah karena  dapat menguras tenaga khususnya pada bagian jari-jari tangan. Jika dirasa tidak  memiliki tenaga lagi, pasti proses ini akan dihentikan sejenak untuk beristirahat  yang pada akhirnya membutuhkan waktu yang lama untuk menyelesaikannya.  Berdasarkan data dan fakta dilapangan, jagung yang dipipil secara manual  dengan tenaga manusia, hasil yang didapat maksimal sebanyak 0,1 kg permenit.  ni tidak sebanding antara tenaga yang dikeluarkan dengan hasil yang didapat,  belum lagi pemipilan dalam waktu yang lama berakibat pada kelelahan pada  manusianya (Supriadi 2018). Banyak mesin yang sudah dibuat untuk  menggantikan tenaga manusia dan membantu dalam proses pemipilan jagung.  Akan tetapi mahalnya harga mesin dipasaran yang tidak terjangkau oleh petani 

membuat petani enggan untuk membelinya. Pada akhirnya petani masih tetap  menggunakan cara manual dalam pemipilan jagung dan hal ini berdampak pada  kecilnya hasil produk pemipilan yang berujung pada lambatnya penjualan hasil  panen dikarenakan harus menunggu jumlah hasil pemipilan yang cukup banyak.  

Oleh sebab itu, dibutuhkan suatu alat pemipil jagung yang  mempermudah proses pemipilan dan pemisahan biji jagung dari tongkolnya  dengan memperkecil permasalahan waktu dan tenaga. Melihat fakta tersebut  penulis mencoba membuat inovasi alat bantu pertanian yang mudah dibuat,  tidak membutuhkan biaya besar, tetapi akan sangat membantu masyarakat. Alat  yang dirancang ini menggunakan beberapa alat yang sudah tidak terpakai lagi  dan merubahnya menjadi alat pemipil jagung. Inovasi alat pemipil jagung yang  dibuat diberi nama “CONTHRES”, diambil dari kata Corn Threser yang artinya  alat perontok jagung.  

1.2. Rumusan Masalah  

1. Bagaimana cara pembuatan Conthres?  

2. Bagaimana prinsip kerja pada Conthres?  

3. Bagaimana efektifitas Conthres dalam membantu petani pada proses  pemipilan jagung?  

1.3. Tujuan  

1. Mengetahui cara pembuatan Conthres.  

2. Mengetahui prinsip kerja Conthres.  

3. Mengetahui efektifitas Conthres dalam membantu petani memecahkan  permasalahan pemipilan jagung. 

ISI

Jagung adalah komoditi tanaman pangan yang kedua setelah padi,  karena jagung merupakan bahan pokok pengganti setelah beras. Selain bahan  subtitusi beras, jagung digunakan sebagai pakan ternak dan bahan baku industri.  Sehingga pemerintah selalu melakukan upaya peningkatan produksi melalui  perluasan lahan penanaman dan peningkatan produktivitas. Daerah produksi  jagung terdapat hampir pada semua kabupaten/kota di Sumatera Barat. Produksi  jagung di Sumatera Barat lebih banyak dimanfaatkan untuk pakan ternak,  karena kebutuhan pakan untuk ternak lebih tinggi dibandingkan untuk pangan.  Produksi jagung di Sumatera Barat pada tahun 2021 berdasarkan data dari  Badan Pusat Statistik Provinsi Sumatera Barat adalah sebanyak 948.063,16 ton  dengan luas lahan panen 134.671,20 hektare (BPS Sumbar 2021). Sedangkan  untuk Kabupaten Dharmasraya, produksi jagung dalam beberapa tahun terakhir  adalah sebagai berikut :  


Jagung merupakan tanaman dari daerah tropis dan termasuk tanaman  yang dapat menyesuaikan dengan lingkungan tempat tumbuhnya. Prospek pasar  jagung pipil cukup luas. Jagung menjadi salah satu bahan dasar pakan ternak  yang sangat penting. Formulasi pakan unggas membutuhkan jagung dalam  komposisi besar, yaitu 20% sampai 50% dari formulasi pakan. Di Indonesia,  sekitar 51 persen komponen pakan adalah jagung (Swastika et al. 2011).    

Setidaknya pada tahun 2019 diperlukan sebanyak 8.59 juta ton jagung untuk  industri pakan, dan 2,92 juta ton untuk peternak mandiri. Kebutuhan tersebut  meningkat tahun 2020 menjadi 8,5 juta ton untuk industri pakan dan 3.48 juta  ton untuk peternak mandiri (Ditjen PKH 2020). Kebutuhan jagung pipil terus  meningkat dari tahun ke tahun sejalan dengan peningkatan dan kemajuan  industri peternakan. Hal ini telah menggambarkan bahwa agribisnis jagung pipil  berkembang pesat di Indonesia. Oleh karena itu perlu antisipasi efektif terkait  penyediaan jagung sebagai bahan pakan. Perlu upaya peningkatan produksi  melalui sumber daya manusia dan sumber daya alam, ketersediaan lahan dan  potensi hasil dengan penerapan inovasi dan teknologi.  

Salah satu yang menjadi masalah dalam penyediaan jagung sebagai bahan baku pakan yaitu terkait penanganan pascapanen yaitu lamanya proses  pemipilan jagung, dan menjadi permasalahan yang cukup besar khususnya  untuk daerah yang masih tradisional dan minim teknologi, seperti contohnya  daerah Kabupaten Dharmasraya, Provinsi Sumatera Barat. Peningkatan  produksi jagung yang tidak diikuti dengan penanganan pasca panen yang baik  menyebabkan peluang kerusakan biji akibat kesalahan penanganan dapat  mencapai 12-15% dari total produksi. Dari semua tahapan pasca panen, segmen  pemipilan yang paling tinggi peluang kehilangan hasilnya yang mencapai 8%  sehingga proses ini dianggap sebagai proses kritis dalam penanganan  pascapanen (Uslianti et.al 2014). Pemipilan merupakan proses memisahkan  bonggol dengan biji jagung. Proses pemipilan dilakukan dengan cara manual  menggunakan tangan, sehingga memerlukan waktu yang lama. Penggunaan  tangan secara manual untuk menyelesaikan proses pemipilan menyebabkan  petani jagung mudah mengalami kelelahan dan keluhan tangan yang sakit.  

Di Sumatera Barat, khususnya di daerah Kabupaten Dharmasraya,  petani jagung skala rumahan melakukan proses pemipilan jagung secara manual  atau menggunakan alat sederhana, seperti pemipilan dengan tangan tanpa alat  bantu apapun, dengan alat bantu pisau atau obeng, dan juga menggunakan roda  sepeda. Pemipilan dengan cara ini akan membutuhkan banyak tenaga, waktu,  dan mengakibatkan kapasitas produksi yang kecil. Sejauh ini belum ada mesin  yang digunakan masyarakat Kabupaten Dharmasraya untuk membantu dalam  proses pemipilan jagung. Hal ini terjadi dikarenakan mahalnya harga mesin  yang dijual dipasaran dan petani di Dharmasraya mayoritas minim pengetahuan  dan belum mengetahui teknologi untuk pembuatan mesin pemipil jagung.  Selain itu, yang menjadi alasan tidak digunakannya mesin dalam proses  pemipilan jagung yaitu mesin pemipil yang ada di pasaran menggunakan bahan  bakar solar, dan ada pula yang menggunakan listrik. Pemipilan dengan cara ini  akan menambah biaya produksi, dan apabila cara pengoperasiannya tidak benar  dan kadar air jagung yang dipipil tidak sesuai, maka akan mempengaruhi  viabilitas biji jagung hasil pemipilan. Penggunaan mesin juga dapat menambah  masalah baru yaitu akibat bahan bakar yang digunakan dapat menimbulkan  polusi sehingga dapat mencemari lingkungan.  

Melihat berbagai permasalahan yang terjadi di lingkungan tempat tinggalnya, maka penulis terdorong untuk menghasilkan suatu inovasi yang  berguna untuk meringankan beban masyarakat, khususnya para petani jagung.  Penulis mempelajari permasalahan yang ada, dan mencoba mencari solusi  untuk permasalahan tersebut, sehingga terealisasilah sebuah inovasi alat  pemipil yang di beri nama Conthres. Kata Conthres ini merupakan singkatan  dari Corn Thresser yang artinya alat perontok jagung. Conthres merupakan  inovasi alat pemipil jagung yang di buat dengan memanfaatkan barang-barang  bekas. Bahan-bahan yang dibutuhkan yaitu gir, rantai, kaleng bekas, kemudian  di padukan dengan besi, dan dirancang sedemikian rupa sehingga bisa menjadi  alat yang lebih bermanfaat untuk masyarakat. Ide pembuatan inovasi ini muncul  sebagai bentuk kepekaan penulis terhadap permasalahan yang ada di  lingkungan sekitar, yang mana petani jagung menghadapi kesulitan dalam  proses pemipilan jagung, dan juga sekaligus dilatarbelakangi banyaknya  barang-barang sisa pemakaian seperti gir, rantai, dan kaleng bekas yang  pemanfaatannya kurang maksimal. Pemanfaatan barang-barang bekas sebagai  bahan pembuatan Conthres ini sekaligus bertujuan sebagai salah satu upaya  untuk mengurangi limbah di lingkungan, sehingga barang-barang yang  sebelumnya hanya berserakan dan kurang berguna bisa menjadi inovasi yang  dapat memecahkan permasalahan di masyarakat. 

Berikut merupakan bentuk fisik dari inovasi alat pemipil jagung yang  penulis buat untuk membantu masyarakat di daerah tempat tinggalnya.  

Gambar 1. Conthres  

(Sumber : Dokumentasi pribadi)  

Adapun cara menggunakan alat ini diantaranya sebagai berikut :  

1. Letakkan wadah penampung biji jagung dibawah gigi pemipil jagung. 

2. Berikan gaya kayuh pada pedal hingga roda-roda (gir) dapat berputar. 

3. Masukkan jagung pada gigi pemipil (pegang jagung jangan sampai lepas). 

4. Tahan jagung bergesekkan dengan gigi pemipil sampai biji jagung rontok. 

5. Lakukan langkah-langkah diatas secara terus menerus hingga terkumpul  jagung pipil sesuai yang diinginkan.  

Dari percobaan yang telah penulis lakukan terhadap inovasi alat pemipil  jagung ini untuk memipil jagung, penulis membandingkan efektivitas alat ini  dengan berbagai cara lain yang bisa diterapkan untuk memipil jagung kemudian  penulis memperoleh hasil dengan perbandingan sebagai berikut :  

Cara mengolah 

Waktu 

Jumlah bonggol jagung  terselesaikan 

Manual dengan tangan 

1 jam 

40 

Manual menggunakan pisau 

1 jam 

80 

Menggunakan Conthres 

1 jam 

120 



 Tabel 1. Perbandingan efektivitas Conthres dengan metode memipil lainnya 

  

Biaya produksi alat ini terbilang murah, sehingga masih bisa dijangkau  oleh masyarakat. Berikut uraian lebih jelas terkait biaya produksi yang perlu  dikeluarkan untuk membuat Conthres.  

No 

Alat dan Bahan 

volume 

Harga 

Biaya Pengelasan 

4 kali 

Rp80.000,- 

Besi 

12 meter 

Rp100.000,- 

Gir bekas 

Rp2000,- 

Rantai bekas 

Rp2000,- 

Kaleng bekas 

Rp1000,- 

Cat Besi 

Rp15.000,- 

Total 

Rp200.000,- 



 Tabel 2. Rincian biaya produksi Conthres  

Rincian di atas merupakan biaya yang diperlukan untuk melakukan sekali produksi. Dalam sekali produksi dengan rincian biaya tersebut bisa  menghasilkan 4 unit alat. Karena dalam sekali produksi memerlukan biaya  Rp200.000 dan bisa menghasilkan 4 unit Conthres, maka biaya per-unit yang  diperlukan dalam pembuatan Conthres yaitu sebesar Rp50.000.  

Beberapa keunggulan Conthres diantaranya yaitu Conthres mudah  digunakan, aman dan ramah lingkungan karena tidak menggunakan bahan  bakar, proses pemipilan jagung menjadi lebih cepat sehingga efisiensi waktu,  lebih murah tidak semahal mesin pemipil di pasaran, tangan tidak sakit berbeda  dengan ketika memipil dengan tangan secara langsung tanpa alat apapun, dan  juga biji jagung tidak rusak berbeda dengan ketika menggunakan pisau maka  ada kemungkinan biji jagung akan terbelah dan rusak. Penulis berharap dengan  adanya Conthres atau alat pemipil jagung yang penulis buat ini, petani bisa  menyelesaikan proses pemipilan jagung dengan lebih cepat, tangan tidak sakit,  dan tanpa mengalami kelelahan yang berlebihan. Alat ini direkomendasikan  untuk para petani jagung di desa yang masih minim teknologi. Sehingga dengan  menggunakan Conthres, harapannya produktivitas dan upaya penyediaan  jagung pipil sebagai bahan baku pakan ternak bisa terjamin, dan bisa membawa  perubahan yang lebih baik lagi untuk masyarakat. 


Kesimpulan  

Jagung memiliki potensi yang sangat penting, salah satunya sebagai  bahan baku pakan ternak. Kebutuhan jagung terus meningkat sejalan dengan  kemajuan industri peternakan. Secara umum ini dinilai sebagai hal yang positif,  namun untuk para petani jagung pipil hal ini akan menjadi masalah bila  pemipilan jagung dilakukan secara tradisional. Seperti di daerah Kabupaten  Dharmasraya, semua perlakuan pascapanen masih dilakukan secara manual.  Pemipilan dengan cara ini akan membutuhkan banyak tenaga dan waktu.  Alasan mengapa belum menerapkan teknologi atau mesin pemipil yaitu karena  mahalnya harga mesin, dan juga karena masyarakatnya masih sangat minim  pengetahuan teknologi, dan juga tidak ingin menimbulkan pencemaran  lingkungan akibat polusi. Melihat permasalahan yang dialami masyarakat  tersebut, penulis mencoba membuat inovasi alat bantu pertanian yang mudah  dibuat dan tidak membutuhkan biaya besar. Alat ini menggunakan beberapa  bahan yang sudah tidak terpakai lagi, mengubah barang-barang bekas yang  berserakan di lingkungan menjadi suatu inovasi alat pemipil jagung yang ramah  lingkungan yang diberi nama Conthres. Harapannya dengan adanya inovasi alat  pemipil jagung ini dapat membantu masyarakat dalam proses pemipilan, supaya  pemipilan menjadi lebih cepat dan lebih efisien sehingga dapat meningkatkan  produktivitas jagung pipil di Indonesia. 




0 Komentar